METROPOLITAN.ID - Istilah Family Office mendadak menjadi sorotan usaia menjadi pemicu perdebatan antaran Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadhewa.
Puncak perdebatan terjadi pada 13 Oktober 2025, ketika Menkeu Purbaya menolak penggunaan dana APBN sepeser pun untuk membiayai proyek pembangunan Family Office di Bali.
"Anggaran enggak akan saya alihkan ke sana," ujarnya.
Purbaya menekankan bahwa fokus APBN harus diarahkan pada program-program yang tepat sasaran, tepat waktu, dan bebas dari kebocoran anggaran.
Baca Juga: 3 Kontroversi Hamish Daud, Terseret Isu Open BO sebelum Digugat Cerai Raisa
Lalu, apa sebenarnya Family Office ini, dan mengapa proyek yang diinisiasi oleh Luhut ini dianggap strategis namun memicu kontroversi fiskal?
Family Office merupakan sebuah lembaga atau perusahaan bisnis swasta yang didirikan untuk mengelola keuangan, investasi, dan segala urusan finansial keluarga konglomerat (ultra high-net-worth individuals atau UHNWI).
Tujuan utama Family Office adalah melestarikan dan mengembangkan kekayaan keluarga konglomerat tersebut dari generasi ke generasi. Layanan yang mereka sediakan meliputi:
- Menyusun strategi investasi yang kompleks dan terdiversifikasi (termasuk private equity, real estat, hingga pasar alternatif).
Baca Juga: Harga Perak Hari Ini 24 Oktober 2025, Potensi Buat Investasi?
- Memberikan konsultasi perencanaan pajak, tata kelola warisan, dan layanan hukum.
- Mengelola aset non-finansial, filantropi, dan bahkan urusan gaya hidup pribadi keluarga.
Layanan ini ditujukan untuk individu atau keluarga yang memiliki kekayaan bersih (aset dikurangi liabilitas) dalam jumlah sangat besar.
Di Indonesia, wacana ini menargetkan konglomerat, baik lokal maupun asing, yang memiliki kekayaan minimal US$10 juta (sekitar Rp166,05 miliar, dengan asumsi kurs tertentu).
Baca Juga: Deretan Fakta Unik Jember, Permata Jawa Timur yang Punya 1000 Pesona