Langkah itu diambil menyusul konflik agraria berkepanjangan antara perusahaan dengan masyarakat adat di Buntu Panaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.
Bobby menyampaikan bahwa Pemprov Sumut akan mengirim surat rekomendasi resmi ke pemerintah pusat, maksimal dalam sepekan setelah keputusan tersebut diumumkan.
Menurutnya, mempertimbangkan bahwa operasional TPL mencakup 12 kabupaten di Sumatera Utara, maka penyelesaian konflik harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak lagi ditunda.
TPL Ikut Membantah
Di sisi lain, Toba Pulp Lestari menyampaikan bantahan keras atas tudingan bahwa kegiatan perusahaan menjadi penyebab rusaknya lingkungan dan bencana ekologis di Sumatra.
Melalui surat resmi yang dikirim kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 1 Desember 2025, perseroan menyampaikan bahwa seluruh operasional mereka telah mengikuti mekanisme pengelolaan hutan berkelanjutan.
Baca Juga: Gerakan Anak Negeri dan Pemkab Bogor Dorong Semangat Tim SAR Basarnas di Posko Batang Toru
"Perseroan dengan tegas membantah tuduhan bahwa operasional menjadi penyebab bencana ekologi," kata Corporate Secretary TPL Anwar Lawden.
"Seluruh kegiatan HTI (Hutan Tanaman Industri) telah melalui penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga untuk memastikan penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari," jelasnya.
Meski begitu, perusahaan tetap membuka ruang komunikasi dengan publik.
"Mengenai tuduhan deforestasi, kami tegaskan bahwa perseroan melakukan operasional pemanenan dan penanaman kembali di dalam konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah ditetapkan pemerintah," ucap Anwar.