Minggu, 21 Desember 2025

Sidang Promosi Doktoral, Gus Udin Tekankan Implikasi Politik Identitas Terhadap Demokrasi Indonesia

- Rabu, 23 Agustus 2023 | 14:53 WIB
Dosen Universitas Djuanda (Unida) Aep Saepudin Muhtar alias Gus Udin saat sidang promosi doktoral di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (dok pribadi)
Dosen Universitas Djuanda (Unida) Aep Saepudin Muhtar alias Gus Udin saat sidang promosi doktoral di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (dok pribadi)

METROPOLITAN.ID - Dosen Universitas Djuanda (Unida) Aep Saepudin Muhtar alias Gus Udin menyoroti implikasi politik identitas terhadap demokrasi Indonesia dalam Ujian Promosi Doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa.

Pada ujian yang dilaksanakan secara tatap muka itu, Gus Udin berhasil meraih predikat 'Sangat Memuaskan'.

Gus Udin yang juga merupakan Ketua Bidang Pendidikan dan Pengkaderan MUI Kabupaten Bogor berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul 'Gerakan Populisme Islam pada Pilpres 2019 dan Implikasinya Terhadap Demokrasi Indonesia'.

Baca Juga: Yakin Mau Beli Honda Vario 160? Netizen Ini Ngeluh Rangka Patah hingga Stang Oleng

Mengenai disertasinya, Gus Udin menyebut bahwa gerakan populisme Islam sering digunakan dalam kontestasi politik yang tumbuh berkembang menjadi gerakan asimetris lintas kelas atas nama umat Islam.

"Hal ini terlihat pada kedua kontestan pada Pilpres 2019 lalu, keduanya melakukan gerakan populisme Islam sebagai upaya untuk menarik simpati dan meningkatkan elektabilitas," kata Gus Udin.

Ia menyampaikan, Gerakan populisme Islam Prabowo tergambar dari langkahnya merangkul gerbong Islam fundamentalis dan sebagian kalangan moderat.

Baca Juga: Rizky si Pembunuh Anak Kandung di Depok Dituntut Hukuman Mati

Menggunakan isu Islam untuk berkoalisi dengan basis massa Islam seperti PA 212, GNPF-MUI dan FPI.

Mengindoktrinisasi kelemahan capres nomor 1 dalam konteks Islam terhadap loyalisnya dan masyarakat luas. Dengan kata lain gerakan Populisme Islam Prabowo bersifat fundamentalis dan institusional.

Sedangkan gerakan populisme Jokowi tercermin dari langkahnya merangkul gerbong Islam moderat, dan sebagian kecil kelompok konservatif.

Baca Juga: ASN Sudah WFH, Jakarta Masih Macet Saja, Pj Gubernur Heru Budi : Jangan Salahkan Pemda!

Kemudian Safari Politik ke Pondok Pesantren, menetapkan 22 Oktober sebagai hari Santri Nasional, memilih KH. Ma'ruf Amin sebagai Cawapres yang merupakan simbol ulama moderat, sehingga Populisme Islam Jokowi bersifat moderat dan individual.

Menurut dia, anggapan gerakan populisme Islam sebagai ancaman (destruktif) semata terhadap demokrasi Indonesia merupakan pandangan kurang tepat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X