"Alasannya ada ospek di luar sekolah untuk masuk geng. Nama geng-nya sangat tabu disebutkan anak-anak murid, namanya Geng Babe," ungkap Abdul Razak.
"Geng ini sudah ada sejak 10 angkatan yang lalu. Tujuan mereka mengklaim untuk melindungi sekolah. Dan selama itu mereka melakukan hal yang sama, tiap angkatan harus ada yang direkrut," lanjut dia.
Dijelaskan di, awalnya para korban ini tidak mau bercerita ke orang tuanya masing-masing atas perbuatan intimidasi yang dilakukan kakak kelasnya. Musababnya, kakak kelas mereka ini mengancam para korban untuk tidak melaporkan kejadian ini ke siapa-siapa.
Dan, apabila para korban enggan masuk ke geng tersebut, mereka dipaksa merekrut sebanyak 10 pelajar lain di angkatannya untuk masuk ke geng tersebut sebagai gantinya.
"Diancam gak boleh ngasih tau orang tua, kalau ngasih tau 'lu yang gua cari'. 'Lu harus masuk grup gua, lu ga ikut harus ganti 10 orang'. Kelas 12 eksekutor, kalau kelas 11 mencari anggota baru," jelas Abdul Razak.
Berjalannya waktu, para orang tua korban ini merasa curiga dengan perilaku anak-anaknya. Salah satunya, mereka curiga para korban pulang sekolah selalu telat.
Belum lagi, selentingan para orang tua korban juga mendengar ada tradisi perekrutan untuk masuk geng tersebut setiap tahunnya. Mengingat, para korban merupakan lulusan di sekolah yang sama sejak SD dan SMP di sekolah SMA tersebut.
Sampai akhirnya, para orang tua korban mengetahui peristiwa yang dialami anak-anaknya, dan langsung melaporkan kejadian tersebut ke guru BK pada Jumat, 21 Juli 2023.
"Disitu orang tua korban diterima sama guru BK, dan dijelaskan akan ditindaklanjuti temuan tersebut, itu secara omongannya," kata dia.
Keesokannya, bukannya masalah ini selesai, para korban kembali mendapatkan intimidasi dari kakak kelasnya.
"Besoknya ternyata masih ada intimidasi, terus kita lapor ke sekolah, mereka bilang sudah memproses, terus orang tua korban minta bukti dan katanya sudah ada surat pernyataan, bahwa anak-anak ini (kakak kelasnya) harus diantar jemput orang tuanya," beber dia.
"Tapi, orang tua korban melihat anak-anak ini tidak lebih dari dua minggu (diantar jemput orang tuanya), padahal di suratnya sampai selesai Kelas 12," lanjut Abdul Razak.
Atas hal itu, pihak orang tua korban berupaya untuk berkomunikasi dengan orang tua terduga para pelaku. Namun, bukannya mendapatkan respon positif, mereka malah mendapatkan hal sebaliknya.
"Orang tua korban ini menelepon orang tua pelaku untuk minta ketemu, biar diselesaikan antar orang tua niatnya, ternyata dia (orang tua terduga pelaku) malah marah-marah," ucap dia.
Karena selang berjalan waktu sekitar satu setengah bulan kejadian ini tidak ada tindaklanjut, dan para korban pun merasa ketakutan di sekolah hingga tidak berani keluar kelas saat jam istirahat.