METROPOLITAN.ID - Pelayanan publik khusunya bidang kesehatan selalu menjadi sorotan. Seribu kebaikan akan sirna sekejap oleh satu kekhilafan yang belum tentu itu mutlak kesalahan pihak rumah sakit, hanya karena terlanjur viral di media maupun media sosial.
Penanganan yang lamban, hingga tudingan menahan pasien karena belum menyelesaikan administrasi, jadi senjata paling ampuh untuk menghapus segala amal kebaikan yang diberikan rumah sakit kepada masyarakat.
Baru-baru ini RSUD Leuwiliang dituding telah melakukan penahanan jenazah pasien akibat tunggakan biaya perawatan yang belum diselesaikan pihak keluarga pasien.
Baca Juga: Baju Koko dari Brand Lokal yang Pas Dipakai saat Lebaran 2025, Tampil Stylish dan Modis
Kejadian itupun menjadi bahan berita media dengan narasi berita yang terkesan menyudutkan rumah sakit tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepihak rumah sakit dan itu sangat jelas melanggar kode etik jurnalistik.
"Ini perlu diluruskan, sekaligus kami pihak RSUD Leuwiliang wajib memberikan pemahaman kepada masyarakat agar kejadian seperti ini tidak berulang-ulang. Jangan sampai, seolah-olah pihak rumah sakitlah yang bersalah," ujar Direktur RSUD Leuwiliang, dr. Vitrie Winastrie, Kamis (20/3/2025).
Dokter Vitrie, sapaan akrabnya, menjelaskan, pasien atas nama R (36) masuk IGD RSUD Leuwiliang pada 18 Maret 2025 pukul 13.32 WIB dan menjalani perawatan di ruang rawat inap. Pasien merupakan peserta BPJS Kesehatan yang sebelumnya memiliki tunggakan premi sejak Juli 2024.
Baca Juga: Tecno Resmi Merilis Tecno Camon 40 Series, Intip Spesifikasi yang Ditawarkan Yuk
"Pengakuan dari keluarga pasien, tanggal 1 Maret 2025 keluarga pasien telah melunasi tunggakannya. Meski sudah melunasi tunggakan BPJS Kesehatannya, pasien tetap dikenakan denda rawat inap sesuai dengan regulasi BPJS yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020," jelas Dokter Vitrie.
Rabu 19 Maret 2025 pukul 10.43 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia. Sesuai prosedur pihak keluarga diarahkan ke loket jaminan untuk menyelesaikan administrasi, termasuk pembayaran denda rawat inap yang menjadi kewajiban pasien BPJS, pihak RSUD Leuwiliang telah mengarahkan keluarga pasien agar membayar denda tersebut ke pihak BPJS.
"Saat pengecekan sistem ditemukan bahwa denda tersebut belum dibayarkan, sehingga SEP (Surat Eligibilitas Peserta) belum dapat dicetak. Kami memberikan penjelasan hal tersebut kepada keluarga pasien dan menyarankan agar jenazah dapat segera dipulangkan, sementara administrasi bisa diselesaikan oleh kader yang mewakili keluarga," tuturnya.
Tawaran dari RSUD Leuwiliang bahkan pihak Instalasi Kedokteran Forensik (IKF) juga berulang kali menyarankan agar jenazah segera dibawa pulang terlebih dahulu, namun tidak diindahkan dan keluarga pasien kekeh memilih untuk menunggu kader yang tengah mengurus administrasi agar bisa pulang bersama-sama dengan jenazah menggunakan ambulan desa.
"Jadi apa yang diberitakan di media itu tidak benar. Keterlambatan pemulangan jenazah terjadi bukan karena ditahan oleh rumah sakit, melainkan keputusan keluarga pasien sendiri yang ingin menunggu kepastian administrasi sebelum membawa pulang jenazah," tegas Dokter Vitrie.