METROPOLITAN.ID – Ribuan masyarakat Kabupaten Bogor menyambut antusiasis kedatangan Mahkota Binokasih.
Mereka berjejer di sepanjang jalan saat Kirab Mahkota Binokasih dari Lapangan Karadenan menuju Gedung Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin, 21 April 2025.
Kehadiran Mahkota Binokasih ke Kabupaten Bogor juga disambut baik para budayawan.
Bahkan, kedatangan Mahkota Binokasih ke Kabupaten Bogor setelah ratusan tahun dijaga Keraton Sumedang Larang menjadi momentum kebangkitan kearifan lokal.
Mahkota yang sarat makna ini diyakini sebagai simbol kasih, asih, dan asuh dalam peradaban Sunda.
Budayawan senior Bogor, Ediana Hadi Nata menilai Kirab Mahkota Binokasih merupakan momentum kebangkitan nilai-nilai lokal yang sempat tergeser arus zaman.
"Budaya dan agama itu seperti dua kaki, harus seiring sejalan. Tidak bisa hanya satu yang dominan," ujar Ediana Hadi Nata, yang dikenal juga sebagai ahli tempa Kujang dan pakar metalurgi.
Ia melihat Kabupaten Bogor saat ini mulai menunjukkan perhatian terhadap warisan budaya.
Kondisi itu pula yang membuatnya kembali "turun gunung" setelah lama vakum dari kegiatan kebudayaan.
"Kalau menurut pengamatan Abah, sekarang ada harapan. Ini bukan cuma keren-kerenan, tapi tanda kebangkitan kearifan lokal," yakin Ediana Hadi Nata.
Ia menjelaskan, budaya bukan sebatas seremoni.
Budaya adalah budi dan daya, bukan cuma acara-acara formal, tapi harus edukatif, menyentuh generasi muda, bukan untuk segelintir orang saja.
Menurutnya, Mahkota Binokasih dibuat pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja sebagai simbol pemersatu.
Sunda, kata Ediana, bukan sekadar etnis atau bangsa, melainkan ajaran hidup yang mendunia.
"Perilaku Sunda itu ramah tamah. Itu yang harus dibangkitkan. Binokasih adalah simbol kasih yang membina, bukan berperang. Filosofinya asah, asih, asuh, dari bawah sampai atas. Pemimpin harus turun ke bawah, edukasi rakyat secara langsung," terangnya.