“Seniman mural itu ada banyak. Tapi di mata orang, kita masih dianggap tukang gambar tembok,” ucapnya, tersenyum kecil.
Identitasnya sebagai orang Malang tetap ia bawa dalam setiap goresan. Tapi Bogor kini menjadi kanvas utamanya.
Meski begitu, Piqree menyimpan mimpi besar: menggambar mural di Berlin—bukan sekadar kunjungan seni, tapi untuk menunjukkan bahwa suaranya layak didengar di panggung street art dunia.
“Mural itu bukan sekadar seni di dinding. Itu cara saya bicara pada dunia,” tutupnya.
(Nur Fatia/Magang/Metropolitan)
***