METROPOLITAN.ID - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dedy Nur Palakka, menuai kritik setelah menyatakan bahwa mantan Presiden Joko Widodo layak dan memenuhi syarat untuk disebut sebagai nabi.
Pernyataan ini dianggap sebagai bentuk pengkultusan terhadap figur politik.
Hal itu diungkapkan pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, dikutip dari suara.com.
Baca Juga: Satpol PP Bongkar Belasan Bangunan Liar, Markas Ormas Ikut Dirobohkan
Menurut Jamiluddin, menyamakan Jokowi dengan nabi merupakan tindakan irasional dan berlebihan dalam konteks politik.
Ia bahkan menyarankan agar Dedy “diperiksa kondisi fisik dan mentalnya”, karena orang normal tidak akan membuat perbandingan semacam itu.
Jamiluddin juga menilai bahwa pernyataan tersebut hanyalah strategi mencari sorotan.
Sebab, di Indonesia sering muncul pernyataan ekstrem tanpa dasar pemikiran yang kuat, fenomena yang ia sebut sebagai “asal bapak senang (ABS)" dan menurutnya pernyataan seperti ini sebaiknya diabaikan.
Menanggapi kepanikan publik, Dedy kemudian memberikan klarifikasi melalui cuitan di media sosial.
Ia menjelaskan bahwa penggunaan istilah “nabi” bersifat metaforis, bukan pengakuan teologis.
Baca Juga: Google Rilis Android 16 Lebih Awal: Begini Cara Instal di Ponselmu
Menurutnya, analogi semacam ini mirip dengan sebutan “nabi filsafat“ untuk tokoh-tokoh seperti Socrates atau Marx, yang difungsikan sebagai figur pembawa perubahan besar dalam sejarah pemikiran.
Dedy menjelaskan bahwa maksudnya adalah Jokowi berperan seperti “nabi sosial”.