Memilih jalan hidup sebagai pengacara memberikan tantangan bagi Direktur Eksekutif Sembilan Bintang and Partner, R Anggi Triana Ismail. Sejak memutuskan jalan kariernya, ia memantapkan hati untuk tak sekadar menyelesaikan kasus hukum, tapi juga bisa meringankan beban warga tidak mampu yang terbelit kasus hukum. Lalu seperti apa sepak terjangnya di dunia hukum? Berikut petikan wawancaranya dengan Harian Metropolitan:
Menjadi seorang kuasa hukum atau lawyer sudah pasti memiliki tugas membela warga yang kesulitan saat berhadapan dengan hukum. Dapat meringankan hukuman atau membuka tabir kebenaran jadi hal utama yang harus dilakukan. Hal itu pula yang saat ini sedang dilakukan Direktur Eksekutif Sembilan Bintang and Partner, R Anggi Triana Ismail.
Bersama kuasa hukum lainnya di Kantor Hukum Sembilan Bintang and Partner, ia memfokuskan diri membela masyarakat tidak mampu atau warga yang sedang membutuhkan keadilan. Lantas konsep seperti apa yang dimilikinya? Berikut petikan wawancara Harian Metropolitan dengan Anggi:
Sejak kapan Anda bergabung di dunia hukum?
Sudah dari tahun 2014. Pertama-tama saya masuk LBH Pakuan Bogor selama satu tahun untuk dibentuk menjadi lawyer atau calon advokat. Kemudian setahun setelah itu saya masuk ke kantor hukum yang bonafit yakni Ujang Suja'i & Associates (USA) selama tiga tahun untuk dijadikan sebagai lawyer profesional. Saya diajarkan bagaimana cara melakukan pembelaan, surat menyurat hingga pada akhirnya sedikit banyak ilmu disana sudah saya terapinlah.
Nah, empat tahun bersama lembaga dan kantor hukum, saya meyakinkan diri bersama kedua teman saya untuk membicarakan bagaimana kalau membangun kantor hukum sendiri. Dari situ tepatnya Agustus 2017, kita mencanangkan dan lahir lah Kantor Hukum Sembilan Bintang and Partner. Kemudian pertama kita berkantor di Katulampa, pindah ke BNR dan terakhir atau saat ini berada di Jalan Malabar sekitar sudah dua bulanan.
Apa yang melatarbelakangi Anda mau bergabung di dunia hukum?
Kalau jujur-jujuran semenjak mahasiswa dulu sebelum mendapat gelar sarjana hukum saya sudah sering melakukan advokasi-advokasi sosial ke masyarakat, khususnya warga tidak mampu atau secara hakekat warga yang membutuhkan keadilan. Saya selalu hadir disitu dan pada akhirnya disitu jugalah terbentuk jiwa-jiwa sebagai pembela, pendamping dan penasehat. Setelah menjadi sarjana hukum, kemudian saya masuk ke kantor-kantor hukum, dari situ saya berinisiasi langsung dan meneguhkan jiwa untuk menjadi lawyer.
Perubahan atau harapan seperti apa yang Anda miliki dengan keberadaan Anda di dunia hukum?
Di umur yang masih muda ini, saya tetap dari pandangan idealisme hukum ingin hukum di Indonesia itu harus sebagaimana mestinya yang telah tertuang di paslapah bangsa kita, yakni Pancasila dan kemudian yang lebih dikhususkan ke Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Artinya, saya berharap undang-undang ini tidak hanya sebagai ius konstituen dum atau yang akan dilakukan kemudian hari tetapi ius constitutum atau direalisasikan saat ini. Itu harapan saya sebagai penegak hukum dan saya yakin semua penegak hukum memiliki harapan yang sama.
Selama berkecimpung di dunia hukum apakah ada pengalaman yang berkesan bagi Anda?
Dari selama proses itu mungkin sudah menjadi skema tuhan melalui realitanya, sekarang kita itu kebanyakan membantu orang-orang yang lemah. Seperti misalkan terakhir kita menangani kasus di Cigombong, ada perusahaan besar mau menggusur dua desa dan kita bela warga, sampai pada akhirnya dua desa itu selamat dari proses penggusuran itu. Lalu, kemudian kita ada proses juga melawan perusahaan besar di Kabupaten Bogor wilayah Timur yang memiliki kasus serupa, yakni menggusur sekitar 100 hektar tanah masyarakat. Sampai saat ini faktanya itu belum bisa dibuktikan sehingga tanah itu masih hak milik warga.
Nah itu menjadi sebuah kebanggan tersendiri lah, ketika kita sedang memperjuangkan tidak hanya satu nyawa tapi beberapa nyawa dan bahkan mungkin ada nyawa yang akan lahir berhasil kita perjuangkan. Intinya ini menjadi sebuah kebanggaan, ketika kita mengalahkan perusahaan-perusahaan yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap hukum dan tidak menghormati supremasi hukum. Jadi kita tidak hanya berbicara satu nyawa tapi banyak nyawa dan akan tercipta nyawa yang akan kita selamatkan, mulai dari anak dan cucunya disitu.
Lantas fokus Anda saat ini apa yang sedang dilakukan?