Senin, 22 Desember 2025

Terapkan Filosofi 6C, Bentuk Mahasiswa Berkualitas

- Selasa, 23 Juli 2019 | 09:27 WIB

METROPOLITAN - Gotfridus Goris Seran, seorang dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Djuanda (Unida) Bogor. Lelaki yang akrab disapa Seran itu memiliki target dapat membentuk mahasiswa berkualitas melalui filosofi 6C. Lantas seperti apa konsep yang dimaksud? Berikut wawancaranya bersama Harian Metropolitan:

Sejak kapan Anda menjadi seo­rang tenaga pendidik?

Sejak 1990, saat itu saya pernah menjadi asis­ten di kampus saya di Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Saya mer­upa­kan angkatan pertama di kampus ini. Selang beberapa lama, pada 2001 saya meminta pindah dari Kupang ke Bogor. Di tahun yang sama, saya akhirnya menjadi dosen di Univesi­tas Djuanda Bogor sampai saat ini.

Apa yang memotivasi Anda mau menjadi seorang tenaga pendidik?

Menjadi tenaga pendidik adalah pekerjaan yang sangat mulia. Itu yang mendasari saya mau menjadi seorang dosen. Sebenarnya dari awal saya sudah dipersiapkan menjadi dosen di Kampus Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Belum lagi di Uni­versitas Indonesia saya sering me­nulis bahkan dijadikan pengamat oleh surat kabar.

Sebagai tenaga pendidik apa yang ingin Anda lakukan?

Memang dari sisi materi men­jadi dosen itu tidak ada apa-apanya. Tapi saya tidak melihat ke situ. Bagi saya, menjadi seorang dosen adalah untuk mendidik dan men­jadikan mahasiswa berkualitas dan kompeten dalam segala bidang yang sewaktu-waktu bisa mereka gunakan. Seperti menjadi pemim­pin atau memiliki kompetensi baik dalam pemikiran dan seterusnya. Kita siapkan itu.

Bagaimana cara Anda mewu­judkan target itu?

Saya memiliki filosofi 6C yaitu con­viction, concept, competence, con­nection, character dan commitment. Keenam inilah yang saya ajarkan ke mahasiswa untuk membuat mereka berkualitas dan kompeten.

Sebagai tenaga pendidik adakah target ke depan yang Anda mi­liki?

Di samping menjadi tenaga peng­ajar, sebagai dosen sesuai dharma perguruan tinggi, kami diwajibkan membuat suatu penelitian. Di mana penelitian ini menguji peng­etahuan yang benar atau salah serta dari etika dan moralitas apa­kah itu bermanfaat bagi masyara­kat dan bangsa kita. Karena pene­litian saya dari awal S1 berkatian dengan studi tentang kepartaian dan pemilu, maka saya mengambil penelitian dari Pemilu 2019.

Di mana saya menginginkan Pe­milu 2024 tidak menerapkan taha­pan atau desain Pemilu 2019. Kita inginkan pemilu nanti dibagi men­jadi dua, seperti Pemilu Nasional serentak (DPR RI, DPD dan Pilpres) dan Pemilu Daerah serentak (DPRD Provinsi, Pilgub, DPRD Kota/Ka­bupaten dan Walikota/Bupati). Dilakukan di tahun yang berbeda.

Kenapa dibagi dua?

Alasannya mengurangi beban penyelenggara, meningkatkan ke­manfaatan pemilihan yang sebe­lumnya serta agar pejabat daerah bisa berkesinambungan dengan RPJMD yang dimiliki Presiden dan Wakil Presiden, sehingga roda pe­merintahan tertata dengan rapi dan baik.(ryn/b/rez/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Kunker ke Kota Kisarazu, Bima Arya Perkuat Kerja Sama

Senin, 28 November 2022 | 16:01 WIB

Bantu Korban Gempa Cianjur, Antam Turunkan ERG

Kamis, 24 November 2022 | 11:08 WIB
X