METROPOLITAN - Gotfridus Goris Seran, seorang dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Djuanda (Unida) Bogor. Lelaki yang akrab disapa Seran itu memiliki target dapat membentuk mahasiswa berkualitas melalui filosofi 6C. Lantas seperti apa konsep yang dimaksud? Berikut wawancaranya bersama Harian Metropolitan:
Sejak kapan Anda menjadi seorang tenaga pendidik?
Sejak 1990, saat itu saya pernah menjadi asisten di kampus saya di Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Saya merupakan angkatan pertama di kampus ini. Selang beberapa lama, pada 2001 saya meminta pindah dari Kupang ke Bogor. Di tahun yang sama, saya akhirnya menjadi dosen di Univesitas Djuanda Bogor sampai saat ini.
Apa yang memotivasi Anda mau menjadi seorang tenaga pendidik?
Menjadi tenaga pendidik adalah pekerjaan yang sangat mulia. Itu yang mendasari saya mau menjadi seorang dosen. Sebenarnya dari awal saya sudah dipersiapkan menjadi dosen di Kampus Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Belum lagi di Universitas Indonesia saya sering menulis bahkan dijadikan pengamat oleh surat kabar.
Sebagai tenaga pendidik apa yang ingin Anda lakukan?
Memang dari sisi materi menjadi dosen itu tidak ada apa-apanya. Tapi saya tidak melihat ke situ. Bagi saya, menjadi seorang dosen adalah untuk mendidik dan menjadikan mahasiswa berkualitas dan kompeten dalam segala bidang yang sewaktu-waktu bisa mereka gunakan. Seperti menjadi pemimpin atau memiliki kompetensi baik dalam pemikiran dan seterusnya. Kita siapkan itu.
Bagaimana cara Anda mewujudkan target itu?
Saya memiliki filosofi 6C yaitu conviction, concept, competence, connection, character dan commitment. Keenam inilah yang saya ajarkan ke mahasiswa untuk membuat mereka berkualitas dan kompeten.
Sebagai tenaga pendidik adakah target ke depan yang Anda miliki?
Di samping menjadi tenaga pengajar, sebagai dosen sesuai dharma perguruan tinggi, kami diwajibkan membuat suatu penelitian. Di mana penelitian ini menguji pengetahuan yang benar atau salah serta dari etika dan moralitas apakah itu bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa kita. Karena penelitian saya dari awal S1 berkatian dengan studi tentang kepartaian dan pemilu, maka saya mengambil penelitian dari Pemilu 2019.
Di mana saya menginginkan Pemilu 2024 tidak menerapkan tahapan atau desain Pemilu 2019. Kita inginkan pemilu nanti dibagi menjadi dua, seperti Pemilu Nasional serentak (DPR RI, DPD dan Pilpres) dan Pemilu Daerah serentak (DPRD Provinsi, Pilgub, DPRD Kota/Kabupaten dan Walikota/Bupati). Dilakukan di tahun yang berbeda.
Kenapa dibagi dua?
Alasannya mengurangi beban penyelenggara, meningkatkan kemanfaatan pemilihan yang sebelumnya serta agar pejabat daerah bisa berkesinambungan dengan RPJMD yang dimiliki Presiden dan Wakil Presiden, sehingga roda pemerintahan tertata dengan rapi dan baik.(ryn/b/rez/py)