METROPOLITAN.ID - Nama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, belakangan menjadi sorotan.
Puncaknya terlihat saat keduanya tampak tidak saling sapa dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 20 Oktober 2025.
Panasnya Utang Whoosh dan Peran Danantara
Polemik pertama yang memicu ketegangan adalah perihal tanggung jawab pelunasan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), atau yang kini dikenal dengan Whoosh.
Baca Juga: Harga Perak Hari Ini 23 Oktober 2025 Stagnan, Momentum Investasi Jangka Panjang
Proyek ini dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang memiliki utang segudang, dan mencari solusi restrukturisasi pembiayaan.
Pandangan Menkeu Purbaya
Purbaya Yudhi Sadewa tegas menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menanggung utang proyek Whoosh.
Purbaya menunjuk langsung ke institusi lain, yaitu Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, sebagai pihak yang seharusnya memikul beban utang tersebut.
Baca Juga: Meriah! Bupati Situbondo Rayakan Hari Santri dengan Tradisi Makan Nasi Gulung Bersama
"Kalau pakai APBN agak lucu. Karena untungnya ke dia (Danantara), susahnya ke kita (APBN). Harusnya kalau diambil (dividen BUMN), ambil semua gitu (termasuk beban utang BUMN)," kata Purbaya pada 13 Oktober 2025.
Menurut Purbaya, Danantara merupakan entitas yang memiliki kemampuan finansial yang kuat.
BPI Danantara, yang bertindak sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia, diketahui mengelola dan menerima deviden dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis yang angkanya ditaksir mencapai puluhan triliun rupiah (Rp80 triliun hingga Rp90 triliun per tahun).
Dengan cuan sebesar itu, Purbaya menilai Danantara memiliki kapasitas untuk menyelesaikan restrukturisasi utang KCIC tanpa harus membebani kas negara, yang notabene adalah uang rakyat.
Baca Juga: Harga Emas Perhiasan Hari Ini 23 Oktober 2025 Turun, Peluang Ambil Untung?