"Dengan ini kami hendak menyampaikan Somasi (Peringatan) kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bogor," sambungnya.
Menurut Nia, sebelumnya pada 21 Mei 2024 pihaknya juga sudah menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bogor terkait permasalahan hukum antara kliennya dengan PT Bahana Sukma Sejahtera dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tanah garapan seluas kurang lebih 393.242 meter persegi tersebut masih berperkara di Pengadilan Negeri Cibinong dan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung sebagaimana Surat Pemberitahuan Nomor 124/SBLO/Srt.Pem/V/2024.
"Intinya agar Dinas PUPR Kabupaten Bogor agar tidak mengeluarkan produk hukum apapun terhadap PT Bahana Sukma Sejahtera sampai dengan adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas perkara yang saat ini masih dalam proses hukum di Pengadilan Negeri Cibinong Kelas IA dan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung," tegas Nia.
Baca Juga: Merah Putih Berkibar di Gunung Salak, Awali Semarak HUT ke-79 RI di Kabupaten Bogor
Namun pada 11 Juli 2024 lalu, Dinas PUPR malah menerbitkan produk hukum berupa Surat Keputusan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 600.3.2.4.2/17/Kpts/SP-DUPR/2024 tentang pengesahan rencana tapak pembangunan daya tarik wisata buatan atau binaan manusia lainnya atas nama PT Bahana Sukma Sejahtera di Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor
"Kami baru mengetahui pada saat agenda Pembuktian pada Persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dengan Nomor Register 35/G/TF/2024/PTUN BDG pada tanggal 17 Juli 2024," ungkapnya.
Untuk itu, Sembilan Bintang melayangkan surat somasi atas sikap Dinas PUPR Kabupaten Bogor yang dianggap sama sekali tidak menghargai serta menghormati proses hukum yang saat ini sedang berjalan, dengan mengabaikan rasa keadilan (justice) dan kepastian hukum (rechtszekerheid) bagi Kliennya yang saat ini sedang dalam proses berperkara sengketa.
Baca Juga: Calon Pengantin di Bojonggede Wajib Ikut Bimbingan Perkawinan Agar Dapat Buku Nikah
Nia berharap Dinas PUPR dapat mencabut SK yang sebelumnya diterbitkan hingga hasil keputusan sidang diterbitkan.
"Harapannya Dinas PUPR bisa mencabut surat yang sudah diterbitkan, kalau tidak sesuai tentu para penggarap akan terus melakukan upaya. Kalau kita tela'ah kepada Undang-undang Administrasi Kepemerintahan, beliau melanggar AUPD karena mengeluarkan SK dimana objek yang berkaitan dengan SK tersebut sedang dalam proses sengketa," pungkas Nia. (Devina/Fin)