Terakhir atau keempat itu out put lembaga-lembaga kepemiluan yang tidak bertanggungjawab. Misalnya bagaimana banyaknya OTT bupati, caleg dan aktor politik lainnya. Ini kan tidak lepas dari kurangnya kemudian proses penyelenggaraan politik. Maka, saya berharap dengan berbagai macam pesan yang sudah saya sampaikan, akan mampu sedikit banyak memberikan informasi, bahwa kalau kemudian lembaga-lembaga hasil pemilu itu tidak bersih dan tidak bertanggungjawab, maka kemudian yang rusak adalah lembaga Indonesia dan yang jadi korban adalah masyarakat. Keempat hal itu lah yang ingin saya dorong, karena jika keempat hal itu ada solusinya maka saya yakin bangsa ini akan menjadi bangsa yang tegas dalam berdemokrasi.
Selama Anda aktif sebagai aktivis pegiat pemilu, adakah hal-hal yang bisa Anda banggakan?
Paling membanggakan bagi saya adalah saat ini saya menjadi rujukan pemilu meski saya tidak punya jabatan apa-apa. Saya sering diundang menjadi narasumber dalam pembahasan terkait aturan kepemiluan.
Untuk prestasi secara penghargaan, saya pernah mendapatkan Bawaslu Award dari Bawaslu RI di tahun 2016. Kemudian, Kerja Nasional (Pokjanas) Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu 2014. Serta piagam penghargaan, tim seleksi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dari Bawaslu RI pada tahun 2012.
Terakhir, selama menggeluti profesi ini adakah hal menarik yang Anda rasakan?
Sebenarnya dari awal orang tua saya melarang saya aktif menjadi pegiat pemilu. Karena, beliau tau saya merupakan sosok yang kritis. Saya juga pernah mengalami teror dan itu sudah biasa atau banyak. Mulai dari penyuapan, kantor JPPR diobrak-abrik hingga mobil kami ditembak di jalan tol. Meski begitu saya memberikan kepemahaman kepada mereka bahwa ini ekspresi semua orang dan tidak perlu taKut dengan apapun. (rez)