METROPOLITAN - Yusfitriadi, putra asli Bogor yang sudah 20 tahun aktif menjadi aktivis pegiat pemilu. Selama perjalanannya, lelaki yang konsen mengawal kepemiluan ini pernah mengalami aksi teror yang dialamatkan kepadanya. Namun, ke konsistenannya mengawal kepemiluan pun berbuah manis saat ini. Ia kini menjadi rujukan penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Lantas, seperti apa kisah pengalaman karirnya menjalani profesi sebagai pegiat pemilu? Berikut wawancara Harian Metropolitan bersama suami dari Pipih Azhariah:
Sejak kapan Anda aktif menjadi aktivis pegiat pemilu?
Aktif sejak tahun 1998, saat awal didirikannya Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Awalnya saya daftar dari relawan di tingkat desa, kemudian saya naik jadi Koordinator tingkat Kabupaten Bogor. Hingga kemudian puncaknya pada tahun 2011 sampai 2013 saya dipercaya menjadi Koordinator tingkat Nasional JPPR.
Setelah itu saya juga dipercaya menjadi Dewan Pembina pemantau pemilu tingkat Asia yang berkantor di Bangkok. Saya juga pernah keliling negara di Asia untuk memantau penyelenggaraan pemilu disana.
Apa yang melatarbelakangi Anda mau terjun sebagai aktivis pegiat pemilu?
Sejak kelas 2 SMA saya ini memang sudah mengandrungi politik. Saya suka membaca buku politik, mengamati kebijakan-kebijakan yang keluar pada zaman rezim orde baru hingga kemudian selalu emosional ketika mendengar adanya penindasan oleh rezim orde baru. Dari situlah akhirnya saya tertarik mendalami tentang politik dan terjun ke dalam aktivis pegiat pemilu.
Tetapi, selama keaktifan ini saya hanya sebatas menjadi pegiat pemilu. Tidak berkecimpung atau masuk di partai politik maupun panitia penyelenggara pemilu. Karena, bagi saya politik itu peran bukan posisi, artinya urusan politik itu urusan siapa saja, bukan hanya panitia pemilu, legislatif maupun kader partai politik.
Sebagai pegiat pemilu, hal seperti apa yang ingin Anda lakukan?
Hari ini kan ada minimal 4 problem terkait dengan kepemiluan kita. Pertama terancamnya demokrasisai internal partai atau seakan-akan tidak ada partai yg demokrasi hari ini. Nah dari sini saya ingin mencoba untuk bagaimana mendorong agar partai demokrasi.
Kedua, integritas penyelenggara pemilu lemah. Sehingga nampak saja kemudian banyak sekali penyelenggara pemilu yang diberhentikan dan sebagainya. Maka, kita ingin mendorong penyelenggara pemilu itu mempunyai integritas yang tinggi, profesional, tidak berpihak dan seterusnya.
Selanjutnya?
Fakta hari ini adalah bagaimana partisipasi masyarakat cukup lemah. Saya sering kali kemudian menyalahkan KPU yang membuat nomenklatur partisipasi masyarakat pada hari pencoblosan, padahal partisipasi masyarakat itu kan dari awal tahapan pemilu.
Nah kami ingin mendorong pada itunya, bagaimana kemudian mendorong masyarakat untuk memeriksa DPT, mekanisme pencalonan, jadi pelapor, sadar masalah pemilu, masyarakat melaporkan dan memberikan informasi ketika ada pelanggaran hingga lain sebagainya, dengan harapan jika semua sudah dilakukan sedemikian mungkin, masy akan terdidik, cerdas dan bertanggungjawab akan politik.
Bagaimana dengan yang terakhir?