METROPOLITAN - Empat tahun bukan waktu yang sebentar bagi Rachman Nugeraha menggeluti profesi sebagai lawyer. Ia sudah memiliki segudang pengalaman. Dari ancaman pembunuhan sampai dibayar menggunakan hasil bumi sudah ia rasakan selama menjalani profesi advokat ini. Lantas seperti apa kisah perjalanan karirnya? Berikut wawancara Harian Metropolitan bersama Wakil Direktur Eksekutif di Sembilan Bintang dan Partner’s Law Office ini:
Sejak kapan Anda menjadi seorang lawyer?
Saya benar-benar menjadi seorang lawyer itu setelah pengangk a t a n sumpah d i Pengadilan Tinggi Bandung per-Februari 2017. Tetapi, jauh sebelumnya saya juga sudah aktif di dunia lawyer sejak tahun 2015. Saya pernah magang dan bekerja di beberapa kantor hukum yang ada di Bogor dan Jakarta.
Apa yang memotivasi Anda mau menjadi seorang lawyer?
Saya ini dulunya aktif di organisasi dan menjadi seorang aktivis. Disitu, saya melihat bahwa hari ini khususnya di Indonesia, supremasi hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga, masih banyak masyarakat yang akhirnya berpandangan persoalan hukum itu masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Inilah salah satu yang menarik saya untuk masuk di dunia advokat, untuk terus menelusuri kenapa persoalan ini masih terjadi.
Setelah menjadi lawyer, apa yang ingin Anda lakukan?
Di masyarakat ini masih ada pandangan-pandangan miring terhadap profesi pengacara. Misalnya, pengacara mau membela hanya kepada yang membayar. Seperti seorang pembunuh, pencuri dan sebagainya. Padahal, kami membela mereka pun bukan berarti bisa menghilangkan perbuatannya, tetapi yang kita bela itu hak nya mereka. Artinya, kami memastikan mereka tidak boleh dituntut lebih dari hukuman yang sebagaimana mestinya.
Lalu, target Anda saat ini seperti apa?
Kebetulan sejak Desember 2016 ini saya di angkat sebagai Pendamping Desa Profesional di Kementerian Desa PDTT. Saya ditugaskan di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor untuk mendampingi sembilan desa yang ada di sana, terkait persoalan dana desa. Salah satu prioritas dana desa ini adalah membentuk paralegal desa, untuk diberikan pelatihan lalu di SK-kan oleh Kepala Desa masing-masing untuk menyelesaikan perkara non litigasi atau di luar pengadilan. Maka, saat ini fokus saya adalah melakukan kaderisasi terhadap para legal desa.
Apa manfaat para legal desa?
Tujuan utamanya adalah bagaimana mereka bisa menciptakan desa sadar hukum. Dimana, permasalahan-permasalahan di masyarakat seperti, sudah menikah tetapi tidak memiliki akta menikah, lahir tidak memiliki akta kel a h i ran, sudah berusia 17 tahun namun belum memiliki E-KTP dan lain sebagainya itu bisa diminimalisir oleh para kader atau legal desa.
Bagaimana cara yang dilakukan?
Cara yang kami lakukan dengan mengkader generasi-generasi lawyer baru dan saya akan menempatkan minimal satu kecamatan satu pengacara. Kalau pun bisa dan ada sumbangsih dari pemerintah daerah melalui beasiswa, saya akan mengkader satu desa satu pengacara.
Terakhir, adakah pengalaman menarik selama Anda menjalani profes lawyer?