2. Pengiriman Global dan Asuransi Berisiko Tinggi
Sekitar 35 persen perdagangan maritim dari kawasan Teluk mengalir melalui Selat Hormuz.
Gangguan di jalur ini diperkirakan akan meningkatkan ongkos kirim, memperlambat distribusi barang, serta memaksa kapal dagang untuk berlayar melalui rute yang lebih panjang dan mahal.
Selain itu, wilayah ini kemungkinan akan diklasifikasikan sebagai zona "risiko perang" oleh perusahaan asuransi pelayaran, yang akan menaikkan premi secara signifikan dan memengaruhi harga barang konsumsi di pasar global.
3. Ancaman Krisis Energi di Asia dan Eropa
Lebih dari 70 persen ekspor LNG Qatar melewati Selat Hormuz. Penutupannya diprediksi akan memicu lonjakan harga gas, terutama di kawasan Asia dan Eropa yang sangat tergantung pada pasokan tersebut untuk kebutuhan listrik dan pemanas.
Negara-negara seperti Jerman, Jepang, Korea Selatan, hingga Pakistan akan menghadapi risiko kelangkaan energi yang dapat berdampak pada pemadaman listrik jika tidak segera mengakses cadangan energi strategis.
4. Perekonomian Global Terancam Resesi
Jika penutupan Selat Hormuz berlangsung dalam waktu lama, ekonomi dunia bisa mengalami kontraksi serius.
Terlebih jika dikombinasikan dengan krisis lainnya seperti konflik yang masih berlangsung di Ukraina, Gaza, atau instabilitas di sejumlah kawasan Afrika dan Asia.
Bank-bank sentral di dunia akan dihadapkan pada dilema antara menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi atau mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kian melambat.