Bantuan ini terbagi dalam dua komponen, yakni Rp17,5 juta untuk biaya material dan barang, serta Rp2,5 juta untuk biaya upah tukang.
Dana tersebut dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ada di tiap wilayah, yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan proyek pembangunan rumah.
Namun, Frendy Yuwono juga menyampaikan kekhawatiran terkait keberlanjutan program ini, terutama soal kecukupan anggaran.
Selain biaya pembangunan rumah, kebutuhan tambahan untuk fasilitas sanitasi seperti septic tank juga memerlukan dana yang cukup besar.
Rencana pembangunan rutilahu untuk tahun 2025 ujarnya sudah diajukan, namun sampai saat ini belum ada informasi mengenai alokasi anggaran dari pemerintah provinsi.
Sementara itu, pembangunan rutilahu akibat bencana alam seperti banjir akan dibiayai menggunakan anggaran APBD melalui kategori standar pelayanan minimal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).
Untuk kejadian-kejadian mendadak seperti banjir di Jayaraksa Baros, dana yang digunakan berasal dari anggaran biaya tidak terduga.
Ke depan, pemerintah Kota Sukabumi berharap dapat terus melanjutkan pembangunan rutilahu, mengingat masih terdapat sekitar 1.200 unit yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan warga yang membutuhkan rumah layak huni. (Usep Mulyana)