“Awalnya mereka berjanji tidak akan beroperasi sebelum izin lengkap, tapi kenyataannya tetap berjalan,” ungkap Yati.
Menurut Yati, persetujuan lingkungan dari warga sekitar digunakan perusahaan untuk mendapatkan tandatangannya.
Namun, ia menegaskan bahwa tanda tangannya hanya sebagai pelengkap dokumen, bukan sebagai pemberi izin resmi.
“Perusahaan bahkan berganti nama di tengah jalan menjadi PT Selaras Cahaya Hari Utama, tapi orang-orangnya tetap sama, jelas ini bermasalah," kata dia.
Diketahui, permasalahan ini menjadi sorotan publik karena dampak lingkungan yang berpotensi serius dan kerugian daerah akibat aktivitas ilegal tersebut.
DPRD dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menindak pelaku dan menghindari kerusakan yang lebih besar. (Indra Sopyan)